A.
Latar Belakang
Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap manusia
yang ada sejak dalam kandungan Ibu. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, hak memiliki
pengertian tentang segala sesuatu hal uang benar, milik, kepunyaan, keenangan, kekuasaan
untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan dan sebagainya),
kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.
Sedangkan Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma,
yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara
teratur sebagai hak-hak hukum dalam hukum kota dan internasional. Mereka umumnya
dipahami sebagai hal yang mutlak sebagai
hak-hak dasar "yang seseorang secara inheren berhak karena dia adalah manusia," dan yang "melekat pada semua manusia" terlepas dari bangsa, lokasi, bahasa,
agama, asal-usul etnis atau status lainnya, Ini
berlaku di mana-mana dan pada setiap kali dalam arti yang universal, dan iniegaliter dalam arti yang sama bagi
setiap orang. HAM membutuhkan empati dan aturan hukum dan memaksakan kewajiban pada orang
untuk menghormati hak asasi manusia dari orang lain. Mereka tidak harus diambil kecuali sebagai
hasil dari proses hukum berdasarkan keadaan tertentu; misalnya, hak asasi manusia mungkin termasuk
kebebasan dari penjara melanggar hukum, penyiksaan, dan eksekusi.
HAM
tidak boleh dikecualikan pada seseorang atau kelompok-kelompok tertentu, karena
pada pengertian itu sendiri sudah melekat bahwa hak-hak asasi manusia harus
difahami dan dimengerti secara universal. Ditinjau secara objektif, HAM
merupakan kewenangan yang melekat pada manusia sebagai manusia yang harus
diakui dan dihormati oleh pemerintah. Derajat manusia yang luhur, dan
nilai-nilai manusia yang luhur berasal dari Tuhan yang menciptakannya. Oleh
karena itu setiap manusia harus bebas, dapat mengembangkan dirinya sesuai
dengan budiman yang sehat utamanya didalam negara hukum seperti negara kita
Indonesia.
Namun
bukan menjadi sebuah rahasia lagi apabila masih saja terdapat kasus-kasus
pelanggaran hukum yang menimpa warga negara Indonesia dibawah kewenangan hukum
yang berlaku. Salah satu kasus yang sempat menghebohkan masyarakat Indonesia
dua tahun silam adalah kasus kekerasan terhadap anak sekaligus pembunuhan
berencana yang menimpa bocah di Denpasar Bali, Engeline Megawe. Berdasarkan hal
tersebut penulis akan uraikan pelanggaran Hak Asasi Manusia pada studi kasus
pembunuhan Engeline dan solusi penyelesaian kasus tersebut.
B. Rumusan
Penelitian
1. Apakah yang dimaksud pelanggaran HAM
?
2. Bagaimana kronologi kasus pembunuhan
Engeline ?
3. Apa saja pelanggaran HAM yang
terjadi pada kasus pembunuhan Engeline?
4. Bagaimana penyelesaian dari
pelanggaran HAM pada kasus pembunuhan Engeline di negara Hukum (Indonesia) ?
C. Manfaat
dan Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud
pelanggaran HAM.
2. Untuk mengetahui kronologi kasus
pembunuhan Engeline.
3. Untuk mengetahui pelanggaran HAM
yang terjadi pada kasus pembunuhan Engeline.
4. Untuk mengetahui penyelesaian dari
pelanggaran HAM pada kasus pembunuhan Engeline di negara Hukum (Indonesia).
D. Konsep
Teori
1. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak dapat diartikan sebagai kekuasaan dalam melakukan sesuatu
atau kepunyaan, sedangkan asasi adalah hal yang utama atau dasar. Sehingga hak
asasi manusia atau sering disebut HAM dapat diartikan sebagai kepunyaan atau
milik yang bersifat pokok dan melekat pada setiap insane sebagai anugerah yang
telah diberikan oleh Allah SWT.
Menurut UU No. 39 tahun 1999, HAM ialah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat setiap keberadaan manusia yang merupakan makhluk Tuhan
Yang Maha Esa. Hak merupakan anugerah-Nya yang harus dihormati, dijunjung
tinggi, serta dilindngi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang untuk
kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia.
Menurut Komnas HAM, HAM adalah hak asasi manusia yang
mencakupdari berbagai bidang kehidupan manusia, baik itu sipil, politik, sosial
dan kebudayaan, ataupun ekonomi. Bidang-bidang tersebut tidak dapat dipisahkan
antara satu dan yang lainnya. HAM tidak mendukung adanya individualism,
melainkan membendungnya dengan cara melindungi individu, kelompok ataupun
golongan di tengah-tengah kekerasan kehidupan yang modern.
Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika
Serikat atau Declaration of Independence of USA serta yang tercantum dalam UUD
1945 Republik Indonesia, seperti yang terdapat pada pasal 27 ayat 1, pasal 28
ayat 2, pasal 31 ayat 1, serta pasal 30 ayat 1.
2. Pengertian Negara Hukum
Konsep negara hukum merupakan konstruksi sosial atas realitas
sosial politik di era Yunani Kuno dimana dua filosof besar itu hidup dan menjadi
bagian dari relaitas politik waktu itu. Konsepsi gagasan kedaulatan hukum
kemudian dikenal dan berkembang dalam konsep rechtsstaat dan rule of
law. Kedua konsep ini sama-sama diterjemahkan menjadi negara hukum, shingga
sering dipertukarkan setiap kali menyebut negara hukum, tidak terkecuali oleh
ahli hukum tata negara sendiri.
Mochtar Kusumaatmadja mengartikan negara hukum sebagai negara
yang berdasarkan hukum, dimana kekuasaan tunduk pada hukum dan smua orang sama
dihadapan hukum. Sedangkan Saudargo Gautama mengartikan negara hukum sebagai
“suatu negara, dimana perseorangan mempunyai hak terhadap negara, dimana HAM
diakui oleh undang-undang, dimana untuk merealisasikan perlindungan hak-hak ini
kekuasaan negara dipisah-pisahkan hingga badan penyelenggaraan negara, badan
pembuat undang-undang dan badan peradilan berada pada pelbagai tangan, ...”
The rule of law menurut A.V. Dicey mengandung tiga arti.
Pertama, absolutisme hukum (meniadakan kesewenang-wenangan), kedua persamaan
dihadapan hukum, ketiga konstitusi bukanlah sumber melainkan konsekuensi dari
hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan. Sementara rechtssaat
memuat empat unsur, pertama hak-hak asasi manusia, kedua pemisahan atau
pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak, ketiga pemerintahan berdasar peraturan-peraturan,
keempat peradilan administrasi dalam perselisihan.
Demikian yang dimaksud negara hukum menurut pandangan The
rule of law maupun rechtssaat. Negara Indonesia sendiri merupakan
negara hukum yang memiliki seperangkat undang-undang yakni UUD 1945 sebagai
dasar hukumnya.
3. Pengertian Pelanggaran Hak Asasi
Manusia
Dalam Undang-Undang No. 39 tahun 1999 Pelanggaran HAM adalah
setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik
disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum,
mengurangi, menghalangi, membatasi dan mencabut HAM seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh undang-undang ini dan tidak mendapat atau dikhawatirkan
tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku. Yang sekarang telah menjadi UU No. 26/2000
tentang pengadilan HAM yang berbunyi pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak
disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi
dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku.
Pelanggaran HAM dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu
pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM ringan. Kejahatan genosida dan
kejahatan kemanusiaan termasuk dalam pelanggaran HAM yang berat. Kejahatan
genosida itu sendiri berdasarkan UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM adalah
setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok, bangsa, ras, kelompok etnis dan
kelompok agama.
Sementara kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan
yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditunjukkan secara langsung terhadap
penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan kemerdekaan atau perampasan
kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan hukum
internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara
paksa atau bentuk-bentuk kekerasaan seksual lain yang setara.
Metode Penelitian
Untuk
memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, metode yang
penulis gunakan adalah studi pustaka, yakni metode pengumpulan data dengan
mencari informasi lewat buku dan literatur lainnya yang bertujuan untuk
membentuk sebuah landasan teori. Pengumpulan data ditelaah melalui
sumber-sumber tertulis seperi jurnal ilmiah, buku referensi, literatur,
ensiklopedia, karangan ilmiah, serta sumber-sumber lain yang terpercaya baik
dalam bentuk tulisan atau fomat digital yang relevan dan berhubungan dengan
objek yang sedang penulis teliti.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kasus
Berdasarkan
penyelidikan kepolisian, kasus yang mneimpa Engeline Megawe telah melanggar
Undang-Undang mengenai Hak Asasi Manusia yang ada di Republik Indonesia.
Undang-Undang yang dilanggar meliputi :
1. Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1 ayat 1 “anak adalah
seseorang yang berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
·
Engeline lahir pada 19 Mei 2007, yang berarti
pada saat kejadian penganiayaan dan pembunuhan terjadi ia berusia 8 tahun.
2. Undang-Undang
No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 12 ayat 1 “Setiap anak selama
dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung
jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :
a. Diskriminasi
b. Eksploitasi,
baik ekonomi maupun seksual
c. Penelantaran
d. Kekejaman,
kekerasan dan penganiayaan
e. Ketidakadilan
dan
f. Perlakuan
salah lainnya.”
·
Engeline sebagai seorang anak yang diasuh oleh
orang tua angkatnya, Margriet, telah mengalami perlakuan diskriminasi,
kekejamanan, kekerasan serta penganiayaan dan ketidakadilan semasa berada dalam
pengasuhan Margriet, yang dibuktikan oleh pengakuan guru sekolah Margriet dan
bukti bukti penyelidikan pada jasad Engeline yang telah dilakukan oleh pihak
berwenang.
3. Undang-Undang
Pasal 58 ayat 1 tentang Hak Asasi Manusia “Setiap anak berhak untuk mendapatkan
perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental,
penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan
orang tua atau walinya, atau pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas
pengasuhan anak tersebut.”
·
Engeline telah mnegalami kekerasan fisik dan
mental dikarenakan perlakuan orangtua angkatnya yang tidak semestinya diterima
Engeline. Margriet telah terbukti melakukan penganiayaan terhadap Engeline dan
Agus Tay Hamba May selaku pembantu dirumah Margriet telah terbukti melakukan
pemerkosaan sesaat sebelum membunuh Engeline.
4. Undang-Undang
Pasal 58 ayat 2 tentang Hak Asasi Manusia, “Dalam hal orang tua, wali atau
pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental,
penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan
atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi, maka harus dikenakan
pemberatan hukuman.”
·
Dalam kasus ini Margriet sebagai orang tua
angkat Engeline telah melanggar hukum dengan bukti penganiayaan fisik dan
perlakuan buruk serta pembunuhan berdasarkan hasil penyidikan oleh pihak yang
berwajib.
5.
Undang-Undang
Pasal 58 ayat 2 pasal 61 tentang
Hak Asasi Manusia,
“Setiap anak berhak untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya,
bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya demi pengembangan dirinya.”
·
Engeline adalah seorang anak berusia 8 tahun
yang berhak merasakan waktu bermain di masa kecilnya bersama teman-teman
sebayanya. Namun nyatanya Engeline harus melakukan pekerjaan yang tidak
semestinya dilakukan oleh seorang anak yakni ditugaskan oleh Margriet untuk mencuci baju, mengepel lantai, membersihkan rumah, serta memberi
makan binatang-binatang peliharaan ibu angkatnya yang berjumlah ratusan.
Penyelesaian
Kasus
Telah dilakukan olah hukum dalam
kasus pembunuhan Engeline yakni penyidikan dan peradilan oleh pihak yang
berwenang. Penyidikan dilakukan dirumah Margriet yang merupakan tempat kejadian
perkara selama 2 bulan lebih 27 hari atau 6 kali kunjungan TKP. Hasil
penyidikan membuahkan hasil, yakni penetapan tujuh orang tersangka dalam kasus
pembunuhan Engeline termasuk Margriet dan Agus Tay didalamnya, penetapan Margriet
sebagai tersangka dalam kasus dugaan penelantaran anak, Margriet sebagai
tersangka dalam kasus pembunuhan, dan yang terakhir berkas perkara tentang
pembunuhan Engeline dinyatakan sudah lengkap dan diserahkan ke Kejaksaan Negeri
Denpasar.
Tahap peradilan
digelar pada 22 Oktober 2015 di Kejaksaan Negeri Denpasar dan membuahkan hasil
vonis penjara seumur hidup untuk Margriet. Vonis hakim ini sesuai dengan
tuntutan jaksa. Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan Margriet melanggar Pasal
340 KUHP dan dakwaan kedua melanggar Pasal 76 ayat 1 juncto
Pasal 88 Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan dakwaan
ketiga melanggar Pasal 76B jo Pasal 77B UU Perlindungan Anak, dakwaan keempat
Pasal 76 a jo Pasal 77 UU Perlindungan Anak. Agus Tay Hamda May, divonis 10
tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Denpasar, dalam perkara pembunuhan gadis
cilik Engeline.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar