Selasa, 30 Mei 2017

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI NEGARA HUKUM (Studi Kasus Pembunuhan Engeline Megawe Tahun 2015)



https://lintaspos.com/wp-content/uploads/2015/07/Engeline.jpg 
 
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap manusia yang ada sejak dalam kandungan Ibu. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, hak memiliki pengertian tentang segala sesuatu hal uang benar, milik, kepunyaan, keenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan dan sebagainya), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.
Sedangkan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma, yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara teratur sebagai hak-hak hukum dalam hukum kota dan internasional. Mereka umumnya dipahami sebagai hal yang mutlak sebagai hak-hak dasar "yang seseorang secara inheren berhak karena dia adalah manusia," dan yang "melekat pada semua manusia" terlepas dari bangsa, lokasi, bahasa, agama, asal-usul etnis atau status lainnya, Ini berlaku di mana-mana dan pada setiap kali dalam arti yang universal, dan iniegaliter dalam arti yang sama bagi setiap orang. HAM membutuhkan empati dan aturan hukum dan memaksakan kewajiban pada orang untuk menghormati hak asasi manusia dari orang lain. Mereka tidak harus diambil kecuali sebagai hasil dari proses hukum berdasarkan keadaan tertentu; misalnya, hak asasi manusia mungkin termasuk kebebasan dari penjara melanggar hukum, penyiksaan, dan eksekusi.
            HAM tidak boleh dikecualikan pada seseorang atau kelompok-kelompok tertentu, karena pada pengertian itu sendiri sudah melekat bahwa hak-hak asasi manusia harus difahami dan dimengerti secara universal. Ditinjau secara objektif, HAM merupakan kewenangan yang melekat pada manusia sebagai manusia yang harus diakui dan dihormati oleh pemerintah. Derajat manusia yang luhur, dan nilai-nilai manusia yang luhur berasal dari Tuhan yang menciptakannya. Oleh karena itu setiap manusia harus bebas, dapat mengembangkan dirinya sesuai dengan budiman yang sehat utamanya didalam negara hukum seperti negara kita Indonesia.
            Namun bukan menjadi sebuah rahasia lagi apabila masih saja terdapat kasus-kasus pelanggaran hukum yang menimpa warga negara Indonesia dibawah kewenangan hukum yang berlaku. Salah satu kasus yang sempat menghebohkan masyarakat Indonesia dua tahun silam adalah kasus kekerasan terhadap anak sekaligus pembunuhan berencana yang menimpa bocah di Denpasar Bali, Engeline Megawe. Berdasarkan hal tersebut penulis akan uraikan pelanggaran Hak Asasi Manusia pada studi kasus pembunuhan Engeline dan solusi penyelesaian kasus tersebut.
B.     Rumusan Penelitian
1.      Apakah yang dimaksud pelanggaran HAM ?
2.      Bagaimana kronologi kasus pembunuhan Engeline ?
3.      Apa saja pelanggaran HAM yang terjadi pada kasus pembunuhan Engeline?
4.      Bagaimana penyelesaian dari pelanggaran HAM pada kasus pembunuhan Engeline di negara Hukum (Indonesia) ?
C.    Manfaat dan Tujuan
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud pelanggaran HAM.
2.      Untuk mengetahui kronologi kasus pembunuhan Engeline.
3.      Untuk mengetahui pelanggaran HAM yang terjadi pada kasus pembunuhan Engeline.
4.      Untuk mengetahui penyelesaian dari pelanggaran HAM pada kasus pembunuhan Engeline di negara Hukum (Indonesia).
D.    Konsep Teori
1.      Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak dapat diartikan sebagai kekuasaan dalam melakukan sesuatu atau kepunyaan, sedangkan asasi adalah hal yang utama atau dasar. Sehingga hak asasi manusia atau sering disebut HAM dapat diartikan sebagai kepunyaan atau milik yang bersifat pokok dan melekat pada setiap insane sebagai anugerah yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Menurut UU No. 39 tahun 1999, HAM ialah seperangkat hak yang melekat pada hakikat setiap keberadaan manusia yang merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak merupakan anugerah-Nya yang harus dihormati, dijunjung tinggi, serta dilindngi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang untuk kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia.
Menurut Komnas HAM, HAM adalah hak asasi manusia yang mencakupdari berbagai bidang kehidupan manusia, baik itu sipil, politik, sosial dan kebudayaan, ataupun ekonomi. Bidang-bidang tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dan yang lainnya. HAM tidak mendukung adanya individualism, melainkan membendungnya dengan cara melindungi individu, kelompok ataupun golongan di tengah-tengah kekerasan kehidupan yang modern.
Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat atau Declaration of Independence of USA serta yang tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti yang terdapat pada pasal 27 ayat 1, pasal 28 ayat 2, pasal 31 ayat 1, serta pasal 30 ayat 1.
2.      Pengertian Negara Hukum
Konsep negara hukum merupakan konstruksi sosial atas realitas sosial politik di era Yunani Kuno dimana dua filosof besar itu hidup dan menjadi bagian dari relaitas politik waktu itu. Konsepsi gagasan kedaulatan hukum kemudian dikenal dan berkembang dalam konsep rechtsstaat dan rule of law. Kedua konsep ini sama-sama diterjemahkan menjadi negara hukum, shingga sering dipertukarkan setiap kali menyebut negara hukum, tidak terkecuali oleh ahli hukum tata negara sendiri.
Mochtar Kusumaatmadja mengartikan negara hukum sebagai negara yang berdasarkan hukum, dimana kekuasaan tunduk pada hukum dan smua orang sama dihadapan hukum. Sedangkan Saudargo Gautama mengartikan negara hukum sebagai “suatu negara, dimana perseorangan mempunyai hak terhadap negara, dimana HAM diakui oleh undang-undang, dimana untuk merealisasikan perlindungan hak-hak ini kekuasaan negara dipisah-pisahkan hingga badan penyelenggaraan negara, badan pembuat undang-undang dan badan peradilan berada pada pelbagai tangan, ...”
The rule of law menurut A.V. Dicey mengandung tiga arti. Pertama, absolutisme hukum (meniadakan kesewenang-wenangan), kedua persamaan dihadapan hukum, ketiga konstitusi bukanlah sumber melainkan konsekuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan. Sementara rechtssaat memuat empat unsur, pertama hak-hak asasi manusia, kedua pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak, ketiga  pemerintahan berdasar peraturan-peraturan, keempat peradilan administrasi dalam perselisihan.
Demikian yang dimaksud negara hukum menurut pandangan The rule of law maupun rechtssaat. Negara Indonesia sendiri merupakan negara hukum yang memiliki seperangkat undang-undang yakni UUD 1945 sebagai dasar hukumnya.
3.      Pengertian Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Dalam Undang-Undang No. 39 tahun 1999 Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum, mengurangi, menghalangi, membatasi dan mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini dan tidak mendapat atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Yang sekarang telah menjadi UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM yang berbunyi pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku.
Pelanggaran HAM dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM ringan. Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan termasuk dalam pelanggaran HAM yang berat. Kejahatan genosida itu sendiri berdasarkan UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok, bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama.
Sementara kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditunjukkan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasaan seksual lain yang setara.

Metode Penelitian
            Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, metode yang penulis gunakan adalah studi pustaka, yakni metode pengumpulan data dengan mencari informasi lewat buku dan literatur lainnya yang bertujuan untuk membentuk sebuah landasan teori. Pengumpulan data ditelaah melalui sumber-sumber tertulis seperi jurnal ilmiah, buku referensi, literatur, ensiklopedia, karangan ilmiah, serta sumber-sumber lain yang terpercaya baik dalam bentuk tulisan atau fomat digital yang relevan dan berhubungan dengan objek yang sedang penulis teliti.




HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kasus
            Berdasarkan penyelidikan kepolisian, kasus yang mneimpa Engeline Megawe telah melanggar Undang-Undang mengenai Hak Asasi Manusia yang ada di Republik Indonesia. Undang-Undang yang dilanggar meliputi :
1.      Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1 ayat 1 “anak adalah seseorang yang berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
·         Engeline lahir pada 19 Mei 2007, yang berarti pada saat kejadian penganiayaan dan pembunuhan terjadi ia berusia 8 tahun.
2.      Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 12 ayat 1 “Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :
a.       Diskriminasi
b.      Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual
c.       Penelantaran
d.      Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan
e.       Ketidakadilan dan
f.       Perlakuan salah lainnya.”
·         Engeline sebagai seorang anak yang diasuh oleh orang tua angkatnya, Margriet, telah mengalami perlakuan diskriminasi, kekejamanan, kekerasan serta penganiayaan dan ketidakadilan semasa berada dalam pengasuhan Margriet, yang dibuktikan oleh pengakuan guru sekolah Margriet dan bukti bukti penyelidikan pada jasad Engeline yang telah dilakukan oleh pihak berwenang.
3.      Undang-Undang Pasal 58 ayat 1 tentang Hak Asasi Manusia “Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.”
·         Engeline telah mnegalami kekerasan fisik dan mental dikarenakan perlakuan orangtua angkatnya yang tidak semestinya diterima Engeline. Margriet telah terbukti melakukan penganiayaan terhadap Engeline dan Agus Tay Hamba May selaku pembantu dirumah Margriet telah terbukti melakukan pemerkosaan sesaat sebelum membunuh Engeline.
4.      Undang-Undang Pasal 58 ayat 2 tentang Hak Asasi Manusia, “Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi, maka harus dikenakan pemberatan hukuman.”
·         Dalam kasus ini Margriet sebagai orang tua angkat Engeline telah melanggar hukum dengan bukti penganiayaan fisik dan perlakuan buruk serta pembunuhan berdasarkan hasil penyidikan oleh pihak yang berwajib.
5.      Undang-Undang Pasal 58 ayat 2 pasal 61 tentang Hak Asasi Manusia,  “Setiap anak berhak untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan dirinya.”
·         Engeline adalah seorang anak berusia 8 tahun yang berhak merasakan waktu bermain di masa kecilnya bersama teman-teman sebayanya. Namun nyatanya Engeline harus melakukan pekerjaan yang tidak semestinya dilakukan oleh seorang anak yakni ditugaskan oleh Margriet untuk mencuci baju, mengepel lantai, membersihkan rumah, serta memberi makan binatang-binatang peliharaan ibu angkatnya yang berjumlah ratusan.

Penyelesaian Kasus
            Telah dilakukan olah hukum dalam kasus pembunuhan Engeline yakni penyidikan dan peradilan oleh pihak yang berwenang. Penyidikan dilakukan dirumah Margriet yang merupakan tempat kejadian perkara selama 2 bulan lebih 27 hari atau 6 kali kunjungan TKP. Hasil penyidikan membuahkan hasil, yakni penetapan tujuh orang tersangka dalam kasus pembunuhan Engeline termasuk Margriet dan Agus Tay didalamnya, penetapan Margriet sebagai tersangka dalam kasus dugaan penelantaran anak, Margriet sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan, dan yang terakhir berkas perkara tentang pembunuhan Engeline dinyatakan sudah lengkap dan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Denpasar.
            Tahap peradilan digelar pada 22 Oktober 2015 di Kejaksaan Negeri Denpasar dan membuahkan hasil vonis penjara seumur hidup untuk Margriet. Vonis hakim ini sesuai dengan tuntutan jaksa. Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan Margriet melanggar Pasal 340 KUHP dan dakwaan kedua melanggar Pasal 76 ayat 1 juncto Pasal 88 Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan dakwaan ketiga melanggar Pasal 76B jo Pasal 77B UU Perlindungan Anak, dakwaan keempat Pasal 76 a jo Pasal 77 UU Perlindungan Anak. Agus Tay Hamda May, divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Denpasar, dalam perkara pembunuhan gadis cilik Engeline.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar